Muhammad Fauzi (Kabid Pendikbud HMI Cabang Yogyakarta) (AK.Com)
ASPIRASIKALTIM.COM, Kukar – Permendikbud No 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kemendikbudristek ditetapkan oleh Mendikbudristek RI, Nadiem Anwar Makariem pada 19 Januari 2024.
Regulasi tersebut terdiri dari 18 halaman yang memuat 7 Bab berisi 34 Pasal dan lampiran. Regulasi yang kini sedang begitu hangat di perbincangkan oleh berbagai kalangan, lantaran regulasi tersebut mengakibatkan biaya kuliah di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melambung tinggi secara drastis.
Terdapat banyak sekali kritikan yang hendak di layangkan kepada Kemendikbudristek yaitu Nadiem Anwar Makariem, dikarenakan kebrutalannya dalam membuat keputusan melalui regulasi No. 2 Tahun 2024. Kemarahan Publik semakin memuncak setelah mendengar pernyataan petinggi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyebut bahwa kuliah bersifat tersier menuai polemik di masyarakat.
Pernyataan tersebut terlontar oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Direktorat Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Tjahjandarie, saat merespons mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah PTN.
Tjitjik menyampaikan, “pendidikan tinggi hanya ditujukan untuk lulusan SMA, SMK, dan MA yang berkeinginan mendalami suatu ilmu secara lebih lanjut”. Namun, ia menilai bahwa tidak semua lulusan SMA, SMK, dan MA harus melanjutkan studinya ke perguruan tinggi karena hal ini bersifat pilihan.
Tetapi dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan ini adalah tersiery education. Jadi bukan wajib belajar. Selain itu, kebrutalan Nadiem Anwar Makariem juga dalam pernyataannya ketika hendak di panggil oleh Komisi X DPR RI menyampaikan bahwa Kenaikan tidak akan berlaku bagi mahasiswa lama yang telah belajar di PTN.
Dalam kebrutalan Nadiem Anwar Makariem menyambung pernyataanya juga bahwa peraturan UKT baru hanya berlaku kepada mahasiswa baru dan tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi.
Saya menilai bahwa ucapan tersebut tidak seharusnya dilontarkan karena pemerintah memiliki tugas untuk memenuhi pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia. Saya kira tidak semestinya pemerintah menyampaikan pernyataan seperti itu.
Secara normatif memang wajib belajar hanya sampai tingkat sekolah menengah. Namun ini batas minimal pemenuhan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhi hak pendidikan bagi warga negara. Pemerintah seharusnya menyambut dengan begitu riang gembira akan keinginan dan kesadaran yang tinggi dari masyarakat atas pendidikan.
Karena kecenderungan yang didorong oleh hasyrat yang tinggi akan kemajuan diri, pengembangan diri yang pada era sekarang ini sektor pendidikan kian meningkat dengan begitu, harusnya pemerintah lebih responsif untuk tetap terus mempertimbangkan setiap kebijakan yang selalu mengarah pada kebutuhan masyarakat, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan “mencerdaskan kehidupan bangsa”, bukan malah sebaliknya pemerintah tidak sepatutnya menerangi jalan oligarki melalui kebijakan pendidikan dalam rangka mengkomersialisasikan pendidikan.
Saya menilai bahwa dengan menempatkan kuliah sebagai sekedar kebutuhan tersier adalah kesalahan besar, bagi saya itu merupakan penghinaan begitu nyata akan semangat dan potensi dari setiap anak bangsa yang sedang berkuliah.
Pernyataan brutal Nadiem Anwar Makarim begitu sangat disayangkan karena akan berakibat untuk melukai perasaan masyarakat juga akan menyiutkan mimpi anak bangsa untuk kuliah. Saya sebagai anak muda yang sadar, dengan regulasi dan kebrutalan pernyataan yang dilontarkan petinggi kemendikbudristek merasa sangat kecewa.
Saya menilai bahwa kedepan pada tahun 2045 kita akan di hadapkan dengan umur negara kita yang ke- 100 tahun. Jadi akan menjadi bualan sampah semata jikalau bonus demografi tahun 2045 disebabkan dominasi populasi umur warga negara yang akan mengisi bonus demografi kedepan hanya sekedar berlaku sebagai populasi belaka, yang itu tentu tidak berdasarkan kualiatas dan potensi yang mumpuni. Karena dengan kondisi sekarang, kita akan sekedar menghitung angka populasi semata.
Sebab untuk mengisi indonesia emas 2045 kedepan itu harus bersandar pada pola dan sistem pendidikan yang baik, adil dan setara. Pembangunan sumber daya manusia yang potensial dan berkualitas hendaknya dipikirkan, hemat saya melalui pendidikan inilah salah satu kunci untuk mewujudkan Indonesia emas 2045 kedepan karena itulah cita-cita dan harapan bangsa.
Sebagai seorang Menteri, harusnya mempertimbagkan dengan lebih hati-hati dari pada setiap keputusan yang hendak mau di ambil. Tentu harus memperhatikan kebutuhan warga negara, karena hemat saya pendidikan harusnya menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan masyarakat yang mau berpindidikan begitupun dengan negara, harusnya negara menyesuaikan segala kebijakannya dengan prinsip hidup dan kebutuhan masyarakat.
Pemerintah terlalu begitu takut dengan mafia di sektor pendidikan hingga dengan mudah pernyataan yang tidak memikirkan hati rakyat sangat begitu brutal dan bengis keluar dari pada mulut pemerintah. (*)
Penulis : Muhammad Fauzi
Editor : D-Wan