ASPIRASIKALTIM.COM – Anggota Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Anhar, menilai ketimpangan alokasi anggaran pendidikan di kota ini telah menjadi penyebab utama munculnya fenomena sekolah favorit, yang memicu kecemburuan dan ketidakadilan dalam sistem pendidikan.
Ia menyoroti alokasi dana pendidikan fisik tahun 2025 yang mencapai Rp317 miliar, namun hanya Rp10 miliar yang digelontorkan untuk wilayah Palaran.
Padahal, daerah tersebut memiliki kebutuhan mendesak dalam pembangunan dan perbaikan infrastruktur sekolah.
“Bayangkan, dari ratusan miliar hanya Rp10 miliar yang masuk ke Palaran untuk SD dan SMP. Ini jelas tidak adil,” ujar Anhar, Rabu (25/6/2025).
Ketimpangan ini, lanjutnya, membuat kualitas dan fasilitas sekolah di pinggiran jauh tertinggal dari kawasan pusat kota.
Ia menyebut kondisi bangunan sekolah di daerah seperti Palaran banyak yang tidak layak pakai, minim fasilitas, dan jauh dari kata memadai.
“Jangan heran kalau ada stigma sekolah unggulan hanya ada di pusat kota. Itu karena memang fasilitasnya timpang,” jelasnya.
Menurut Anhar, persepsi sekolah favorit justru terbentuk dari kegagalan pemerintah dalam menyediakan infrastruktur pendidikan yang setara.
Akibatnya, orang tua berlomba-lomba mendaftarkan anak ke sekolah tertentu, dan membuka celah praktik kecurangan dalam sistem penerimaan murid baru (SPMB).
“Ini bukan kesalahan masyarakat. Mereka hanya bereaksi atas ketidaksetaraan yang terjadi. Jika semua sekolah punya fasilitas memadai, tak ada lagi istilah sekolah favorit,” tegasnya.
Ia pun mendorong Pemkot Samarinda untuk mengevaluasi menyeluruh pola distribusi anggaran pendidikan, agar pembangunan fisik sekolah tidak hanya menumpuk di satu wilayah.
Pemerataan menjadi kunci pemerataan mutu pendidikan secara keseluruhan.
“Kalau ingin pendidikan yang adil, mulai dulu dari anggaran yang adil. Jangan biarkan anak-anak di pinggiran tumbuh dengan fasilitas yang tertinggal,” pungkasnya. (Adv)